Konfrontasi Indonesia–Malaysia

Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Bagian dari Pembentukan Malaysia dan Perang Dingin

Seorang tentara Inggris ditarik oleh helikopter Westland Wessex selama operasi di Kalimantan, Agustus 1964
Tanggal20 Januari 1963 –11 Agustus 1966
(3 tahun, 6 bulan, 3 minggu dan 1 hari)
LokasiSemenanjung Malaka, Kalimantan
Hasil

Kemenangan Persemakmuran Bangsa-Bangsa[16]

  • Indonesia menerima pembentukan Malaysia
  • Soekarno digantikan oleh Soeharto menyusul upaya kudeta G30S
  • Pemberontakan Komunis di Sarawak berlanjut hingga tahun 1989
Pihak terlibat

Persemakmuran Bangsa-Bangsa

  •  Malaysia[a]
  •  Britania Raya
  •  Australia
  •  Selandia Baru
  •  Brunei

Didukung oleh:
Kanada Kanada[1][2]
 Amerika Serikat[3]
 Indonesia
Aliansi partai:
PKI[4][5]
PKKU[6][7][8]
PRB[9]
Didukung oleh:
 Tiongkok[10][11]
 Filipina[12]
 Uni Soviet[13][14]
 Vietnam Utara[15]
Tokoh dan pemimpin
Korban

Total: • 280 terbunuh dan 183 luka-luka[17]


140 terbunuh (termasuk 44 ghurka)[18]
43 luka-luka
23 terbunuh[19]
9 luka-luka
12 terbunuh[20]
8 luka-luka
9 terbunuh[21]
Gurkha 44 terbunuh
83 luka-luka
Lainnya: 44 terbunuh
40 luka-luka

Total:

  • 590 terbunuh
  • 222 luka-luka
  • 771 ditangkap

Korban sipil

  • 36 terbunuh
  • 53 luka-luka
  • 4 ditawan
Bagian dari seri mengenai
Sejarah Indonesia
Manusia Jawa 1.000.000 BP
Manusia Flores 94.000–12.000 BP
Bencana alam Toba 75.000 BP
Kebudayaan Buni 400 SM
Kerajaan Kutai 400–1635
Kerajaan Tarumanagara 450–900
Kerajaan Kalingga 594–782
Kerajaan Melayu 671–1347
Kerajaan Sriwijaya 671–1028
Kerajaan Sunda 662–1579
Kerajaan Galuh 669–1482
Kerajaan Mataram 716–1016
Kerajaan Bali 914–1908
Kerajaan Kahuripan 1019–1045
Kerajaan Janggala 1045–1136
Kerajaan Kadiri 1045–1221
Kerajaan Singasari 1222–1292
Kerajaan Majapahit 1293–1478
Penyebaran Islam 800–1600
Kesultanan Peureulak 840–1292
Kerajaan Haru 1225–1613
Kesultanan Ternate 1257–1914
Kesultanan Samudera Pasai 1267–1521
Kerajaan Kaimana 1309–1963
Kesultanan Gowa 1320–1905
Kesultanan Limboto 1330–1863
Kerajaan Pagaruyung 1347–1833
Kesultanan Brunei 1368–1888
Kesultanan Gorontalo 1385–1878
Kesultanan Melaka 1405–1511
Kesultanan Sulu 1405–1851
Kesultanan Cirebon 1445–1677
Kesultanan Demak 1475–1554
Kesultanan Bolango 1482–1862
Kesultanan Aceh 1496–1903
Kesultanan Banten 1526–1813
Kesultanan Banjar 1526–1860
Kerajaan Kalinyamat 1527–1599
Kesultanan Johor 1528–1877
Kesultanan Pajang 1568–1586
Kesultanan Mataram 1586–1755
Kerajaan Fatagar 1600–1963
Kesultanan Bima 1620–1958
Kesultanan Sumbawa 1674–1958
Kesultanan Kasepuhan 1679–1815
Kesultanan Kanoman 1679–1815
Kesultanan Siak 1723–1945
Kesunanan Surakarta 1745–1946
Kesultanan Yogyakarta 1755–1945
Kesultanan Kacirebonan 1808–1815
Kesultanan Deli 1814–1946
Kesultanan Lingga 1824–1911
Kolonialisme Eropa
Portugis 1512–1850
VOC 1602–1800
Jeda kekuasaan Prancis dan Britania 1806–1815
Hindia Belanda 1800–1949
Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional 1908–1942
Pendudukan Jepang 1942–1945
Revolusi Nasional 1945–1949
Kemerdekaan
Hari Patriotik 23 Januari 1942 1942
Revolusi Nasional Indonesia 1945–1949
Masa Kemerdekaan 1945–1949
Republik Indonesia Serikat 1949–1950
Demokrasi Liberal 1950–1959
Demokrasi Terpimpin 1959–1965
Transisi 1965–1966
Orde Baru 1966–1998
Reformasi 1998–sekarang
Garis waktu
 Portal Indonesia
  • l
  • b
  • s

Konfrontasi Indonesia–Malaysia atau Konfrontasi Borneo (juga dikenal dengan Bahasa Indonesia / Melayu, Konfrontasi) adalah konflik bersenjata dari tahun 1963 hingga 1966 yang bermula dari penentangan Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia. Setelah presiden Indonesia Soekarno digulingkan pada tahun 1966, perselisihan berakhir secara damai dan negara Malaysia terbentuk.

Pembentukan Malaysia adalah penggabungan Federasi Malaya (sekarang Semenanjung Malaysia), Singapura dan koloni mahkota Inggris di Borneo Utara dan Sarawak (secara kolektif dikenal sebagai Borneo Inggris, sekarang Malaysia Timur) pada September 1963.[22] Perintis penting konflik tersebut termasuk kebijakan konfrontasi Indonesia melawan Nugini Belanda dari Maret–Agustus 1962 dan Pemberontakan Brunei pada Desember 1962. Malaysia mendapat dukungan militer langsung dari Britania Raya, Australia, dan Selandia Baru. Indonesia mendapat dukungan tidak langsung dari Uni Soviet dan Tiongkok, sehingga menjadikannya salah satu bagian Perang Dingin di Asia.

Konflik tersebut merupakan perang yang tidak diumumkan dengan sebagian besar aksi terjadi di daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia Timur di pulau Kalimantan. Konflik tersebut ditandai dengan pertempuran darat yang terkendali dan terisolasi, diatur dalam taktik brinkmanship tingkat rendah. Pertempuran biasanya dilakukan oleh operasi seukuran kompi atau peleton di kedua sisi perbatasan. Kampanye infiltrasi Indonesia ke Kalimantan berusaha untuk mengeksploitasi keragaman etnis dan agama di Sabah dan Sarawak dibandingkan dengan Malaya dan Singapura, dengan maksud mengungkap negara yang diusulkan Malaysia.

Medan hutan Kalimantan dan kurangnya jalan yang melintasi perbatasan Malaysia-Indonesia memaksa pasukan Indonesia dan Persemakmuran untuk melakukan patroli jarak jauh. Kedua belah pihak mengandalkan operasi infanteri ringan dan transportasi udara, meskipun pasukan Persemakmuran menikmati keuntungan dari penyebaran helikopter yang lebih baik dan pasokan ke pangkalan operasi yang akan datang. Sungai juga digunakan sebagai metode transportasi dan infiltrasi. Meskipun operasi tempur terutama dilakukan oleh pasukan darat, pasukan lintas udara memainkan peran pendukung yang vital dan pasukan angkatan laut memastikan keamanan sisi-sisi laut. Inggris memberikan sebagian besar upaya pertahanan, meskipun pasukan Malaysia terus meningkatkan kontribusi mereka, dan ada kontribusi berkala dari pasukan Australia dan Selandia Baru dalam gabungan Cadangan Strategis Timur Jauh yang ditempatkan saat itu di Malaysia Barat dan Singapura.[23]

Serangan awal Indonesia ke Malaysia Timur sangat bergantung pada sukarelawan lokal yang dilatih oleh Angkatan Darat Indonesia. Seiring waktu, pasukan infiltrasi menjadi lebih terorganisir dengan masuknya komponen pasukan Indonesia yang lebih substansial. Untuk mencegah dan mengganggu kampanye infiltrasi yang berkembang di Indonesia, Inggris merespons pada tahun 1964 dengan meluncurkan operasi rahasia mereka sendiri ke Kalimantan (Indonesia) dengan nama sandi Operasi Claret. Bertepatan dengan Soekarno mengumumkan "tahun penuh bahaya" dan kerusuhan rasial Singapura 1964, Indonesia meluncurkan kampanye operasi yang diperluas ke Malaysia Barat pada 17 Agustus 1964, meskipun tanpa keberhasilan militer.[24] Penumpukan pasukan Indonesia di perbatasan Kalimantan pada bulan Desember 1964 membuat Inggris mengerahkan pasukan yang signifikan dari Komando Strategis Angkatan Darat yang berbasis di Inggris dan Australia dan Selandia Baru mengerahkan pasukan tempur roulement dari Malaysia Barat ke Kalimantan pada tahun 1965–66. Intensitas konflik mulai mereda menyusul kudeta Oktober 1965 dan jatuhnya kekuasaan Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Negosiasi perdamaian yang serius antara Indonesia dan Malaysia dimulai pada Mei 1966, dan kesepakatan damai terakhir ditandatangani pada 11 Agustus 1966 dengan Indonesia secara resmi mengakui Malaysia.[25]

Latar belakang

Persetujuan Manila antara Filipina, Federasi Malaya dan Indonesia.
Soekarno, yang memproklamasikan gerakan Ganyang Malaysia.

Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya, Federasi Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia.

Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.

Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan Inggris. Dia menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura. Pada 16 Desember, Komando Timur Jauh Inggris (British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi, dan pada 17 April 1963, pemimpin pemberontakan ditangkap dan pemberontakan berakhir.

Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Federasi Malaysia apabila mayoritas di daerah yang hendak dilakukan dekolonial memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai Persetujuan Manila yang dilanggar dan sebagai bukti kolonialisme dan imperialisme Inggris.

Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Sukarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul RahmanPerdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda,[26] amarah Sukarno terhadap Malaysia pun meledak.

Demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur yang berlangsung tanggal 17 September 1963, berlaku ketika para demonstran yang sedang memuncak marah terhadap Presiden Soekarno yang melancarkan konfrontasi terhadap Malaysia[26] dan juga karena serangan pasukan militer tidak resmi Indonesia terhadap Malaysia. Ini mengikuti pengumuman Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia pada 20 Januari 1963. Selain itu pencerobohan sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase pada 12 April berikutnya.

Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan demonstrasi anti-Indonesia yang menginjak-injak lambang negara Indonesia[27] dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia. Soekarno memproklamasikan gerakan Ganyang Malaysia melalui pidato dia yang sangat bersejarah, berikut ini:

Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu djuga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang adjar!

Kerahkan pasukan ke Kalimantan, kita hadjar tjetjunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat djangan sampai tanah dan udara kita diindjak-indjak oleh Malaysian keparat itu

Doakan aku, aku bakal berangkat ke medan djuang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang enggan diindjak-indjak harga dirinja

Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tundjukkan bahwa kita masih memiliki gigi dan tulang jang kuat dan kita djuga masih memiliki martabat

Yoo...ayoo... kita... Ganjang...
Ganjang... Malaysia
Ganjang... Malaysia
Bulatkan tekad
Semangat kita badja
Peluru kita banjak
Njawa kita banjak
Bila perlu satu-satu!

Sukarno

Perang

Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Tanggal 3 Mei 1964 di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:

  • Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia
  • Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia

Pada 27 Juli, Soekarno mengumumkan bahwa dia akan meng-"ganyang Malaysia". Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar Melayu DiRaja berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.

Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.

Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar di kemudian hari.

Ketegangan berkembang di kedua belah pihak Selat Malaka. Dua hari kemudian para perusuh membakar kedutaan Britania Raya di Jakarta. Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat Singapura. Di Malaysia, agen Indonesia ditangkap dan massa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.

Di sepanjang perbatasan di Kalimantan, terjadi peperangan perbatasan. Pasukan Indonesia dan pasukan tidak resminya mencoba menduduki Sarawak dan Sabah, dengan tanpa hasil.

Komando Aksi Sukarelawan.

Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Di bulan Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengoordinasi kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga dipimpin oleh Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Kolaga sendiri terdiri dari tiga Komando, yaitu Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatra yang terdiri dari 12 Batalyon TNI-AD, termasuk tiga Batalyon Para dan satu batalyon KKO. Komando ini sasaran operasinya Semenanjung Malaya dan dipimpin oleh Brigjen Kemal Idris sebagai Pangkopur-I. Komando Tempur Dua (Kopurda) berkedudukan di Bengkayang, Kalimantan Barat dan terdiri dari 13 Batalyon yang berasal dari unsur KKO, AURI, dan RPKAD. Komando ini dipimpin Brigjen Soepardjo sebagai Pangkopur-II. Komando ketiga adalah Komando Armada Siaga yang terdiri dari unsur TNI-AL dan juga KKO. Komando ini dilengkapi dengan Brigade Pendarat dan beroperasi di perbatasan Riau dan Kalimantan Timur.

Di bulan Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap di Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat. Tentera Laut DiRaja Malaysia mengerahkan pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Tentera Malaysia hanya sedikit saja yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke Malaysia. Sebagian besar pihak yang terlibat konflik senjata dengan Indonesia adalah Inggris dan Australia. Tercatat sekitar 2000 pasukan Indonesia tewas dan 200 pasukan Inggris/Australa juga tewas setelah bertempur di belantara kalimantan (Majalah Angkasa Edisi 2006).

Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di pantai barat daya Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di Labis, Johor. Pada 29 Oktober, 52 tentara mendarat di Pontian di perbatasan Johor-Malaka dan membunuh pasukan Resimen Askar Melayu DiRaja dan Selandia Baru dan menumpas juga Pasukan Gerak Umum Kepolisian Kerajaan Malaysia di Batu 20, Muar, Johor.

Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap, Soekarno menarik Indonesia dari PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.

Sebagai tandingan Olimpiade, Soekarno bahkan menyelenggarakan GANEFO (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10-22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.

Pada Januari 1965, Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan setelah menerima banyak permintaan dari Malaysia. Pasukan Australia menurunkan 3 Resimen Kerajaan Australia dan Resimen Australian Special Air Service. Ada sekitar empat belas ribu pasukan Inggris dan Persemakmuran di Australia pada saat itu. Secara resmi, pasukan Inggris dan Australia tidak dapat mengikuti penyerang melalui perbatasan Indonesia. Tetapi, unit seperti Special Air Service, baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia (lihat Operasi Claret). Australia mengakui penerobosan ini pada 1996.

Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni, mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan berhadapan dengan Resimen Askar Melayu Di Raja dan Kepolisian North Borneo Armed Constabulary.

Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Semporna. Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Peristiwa ini dikenal dengan "Pengepungan 68 Hari" oleh warga Malaysia.

Daftar pertempuran

Akhir konfrontasi

Menjelang akhir 1965, Jenderal Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya Gerakan 30 September. Oleh karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan peperangan pun mereda.

Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, meski diwarnai dengan keberatan Soekarno (yang tidak lagi memegang kendali pemerintahan secara efektif), Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik dan normalisasi hubungan antara kedua negara. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Sebelum Federasi, tiga entitas terpisah Malaya, Sarawak, dan Kalimantan Utara berpartisipasi secara mandiri
  2. ^ Sampai 1965

Catatan kaki

  1. ^ "Commonwealth Backing for Malaysia". The Sydney Morning Herald. 24 November 1964. hlm. 2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 November 2015. Diakses tanggal 19 February 2015.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  2. ^ Robert Bothwell; Jean Daudelin (17 March 2009). Canada Among Nations, 2008: 100 Years of Canadian Foreign Policy. McGill-Queen's Press – MQUP. hlm. 284–. ISBN 978-0-7735-7588-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 February 2017. Diakses tanggal 26 January 2017.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  3. ^ "Malaysian–American Relations during Indonesia's Confrontation against Malaysia, 1963–66". Cambridge University Press. 24 August 2009. 
  4. ^ Conboy 2003, hlm. 93–95.
  5. ^ Conboy 2003, hlm. 156.
  6. ^ Fowler 2006, hlm. 11, 41
  7. ^ Pocock 1973, hlm. 129.
  8. ^ Corbett 1986, hlm. 124.
  9. ^ Sejarah Indonesia : "The Sukarno Years". Retrieved 30 May 2006.
  10. ^ A. Dahana (2002). "China Role's in Indonesia's "Crush Malaysia" Campaign". Universitas Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 July 2016. Diakses tanggal 19 July 2016.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  11. ^ John W. Garver (1 December 2015). China's Quest: The History of the Foreign Relations of the People's Republic of China. Oxford University Press. hlm. 219–. ISBN 978-0-19-026106-1. 
  12. ^ Hamilton Fish Armstrong (July 1963). "The Troubled Birth of Malaysia". Foreign Affairs. 
  13. ^ Kurt London (1974). The Soviet Impact on World Politics. Ardent Media. hlm. 153–. ISBN 978-0-8015-6978-4. 
  14. ^ Mohd. Noor Mat Yazid (2013). "Malaysia-Indonesia Relations Before and After 1965: Impact on Bilateral and Regional Stability" (PDF). Programme of International Relations, School of Social Sciences, Universiti Malaysia Sabah. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 19 July 2016. Diakses tanggal 19 July 2016.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  15. ^ Jones 2002, hlm. 132, 146, 163.
  16. ^ Van der Bijl 2007, hlm. 246.
  17. ^ https://dbpedia.org/page/Indonesia%E2%80%93Malaysia_confrontation=.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  18. ^ UK Armed Forces Operational deaths post World War II (PDF) (dalam bahasa Inggris). Kementerian Pertahanan. 2015. hlm. 4. 
  19. ^ "Indonesian Confrontation, 1963–66". Australian War Memorial (dalam bahasa Inggris). 
  20. ^ "Confrontation in Borneo; NZHistory, New Zealand history online". nzhistory.govt.nz (dalam bahasa Inggris). 
  21. ^ "SPEECH BY THE PRESIDENT OF THE SAF VETERANS' LEAGUE, BRIGADIER-GENERAL (NS) WINSTON TOH, AT THE KONFRONTASI MEMORIAL CEREMONY ON 10 MARCH 2016, 1825HRS |" (PDF) (dalam bahasa Inggris). 
  22. ^ Mackie 1974, hlm. 36–37 & 174.
  23. ^ Dennis & Grey 1996, hlm. 25.
  24. ^ Edwards 1992, hlm. 306.
  25. ^ Dennis & Grey 1996, hlm. 318.
  26. ^ a b Tunku tak mahu pijak Pancasila.
  27. ^ "Artikel Kompas bertajuk "Sukarno, Malaysia, dan PKI" tanggal Sabtu, 29 September 2007". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-21. Diakses tanggal 2009-03-28. 

Pustaka

  • Van der Bijl, Nicholas (2007). Confrontation: the war with Indonesia, 1962-1966. Pen & Sword Military. ISBN 9781844155958. OL 22546200M. 

Pustaka lanjutan

  • Wikisource logo Karya yang berkaitan dengan Resolusi Majelis Umum PBB 1514 mengenai Deklarasi tentang Pemberian Kemerdekaan kepada Masyarakat dan Negara terjajah di Wikisource
  • (Inggris) Easter, D. Britain and the Confrontation with Indonesia, 1961-1965, (2004, London) I.B.Tauris, ISBN 1-85043-623-1
  • (Inggris) Jones, M. Conflict and Confrontation in South East Asia, 1961-1965: Britain, the United States and the Creation of Malaysia. (2002, Cambridge) Cambridge University Press. ISBN 0-521-80111-7
  • (Inggris) Mackie, J.A.C. Konfrontasia: the Indonesia-Malaysia Dispute 1963-1966'. (1974, Kuala Lumpur) Oxford University Press.
  • (Inggris) Subritzky, J. Confronting Soekarno: British, American, Australian and New Zealand Diplomacy in the Malaysian-Indonesian Confrontation, 1961-1965, (2000, London) Palgrave. ISBN 0-312-22784-1

Pranala luar

  • Atlas - Internal and external tensions: land reform and confrontation with Malaysia Diarsipkan 2012-11-13 di Wayback Machine.
  • (Inggris) Konfrontasi Indonesia di National Army Museum